Wednesday, August 30, 2017

Hukum Islam Di Indonesia

Kajian tentang Sejarah Hukum Islam di Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan –bagi Umat Islam secara khusus- untuk menentukan strategi yang tepat di masa depan dalam mendekatkan dan “mengakrabkan” bangsa ini dengan Hukum Islam. Hukum Islam lahir di Indonesia, yaitu sejak datangnya Islam ke Indonesia, jauh sebelum Pemerintah Hindia Belanda datang ke Indonesia.

Tidak jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu di Pulau Jawa berdiri Kesultanan Demak, Mataram dan Cirebon, kemudian di Sulawesi dan Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate serta Tidore. Pada masa itu hukum Islam dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di kalangan Orang Islam bahkan pada masa itu disusun kitab undang-undang yang berasal dari Kitab Hukum Islam.

Disamping menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Tentu saja dengan menggunakan Hukum Belanda yang mereka bawa. Pada saat itu, Hukum Islam mengalami kondisi yang sangat berat karena harus berhadapan dengan hukum adat dan hukum Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa pada saat itu.

Upaya pembatasan keberlakuan Hukum Islam oleh Pemerintah Hindia Belanda secara kronologis adalah sebagai berikut:
1.   Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan Politik Hukum yang Sadar; yaitu kebijakan yang secara sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan Hukum Belanda.
2. Atas dasar nota disampaikan Mr. Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini kemudian menempatkan Hukum Islam di bawah subordinasi Hukum Belanda.

Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang terlatih di masjid-masjid. Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam.

Di Periode Masa Kemerdekaan, status hukum Islam tetaplah samar-samar. Konstitusi RIS dinyatakan tidak berlaku, digantikan dengan UUD Sementara 1950. Akan tetapi, jika dikaitkan dengan Hukum Islam, perubahan ini tidaklah membawa dampak yang signifikan. Hal lain yang patut dicatat di sini adalah terjadinya beberapa pemberontakan yang di antaranya “bernuansakan” Islam dalam fase ini. Peran Hukum Islam di Era Orde Lama pun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.

Dengan UU No. 14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung, dengan sendirinya –menurut Hazairin- Hukum Islam telah berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri. Inilah tantangan bagi para Ahli Hukum Islam dan sekaligus bagi para ahli hukum umum.

Upaya kongkrit merealisasikan Hukum Islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di Era Reformasi. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaruan dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan Sistem Hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum nasional kita.


Menegakkan yang ma’ruf haruslah juga dengan menggunakan langkah yang ma’ruf. Proses “pengakraban” bangsa ini dengan Hukum Islam yang selama ini telah dilakukan, harus terus dijalani dengan kesabaran dan kebijaksanaan. 

No comments:

Post a Comment