Kajian tentang Sejarah
Hukum Islam di Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan –bagi Umat
Islam secara khusus- untuk menentukan strategi yang tepat di masa depan dalam
mendekatkan dan “mengakrabkan” bangsa ini dengan Hukum Islam. Hukum Islam lahir
di Indonesia, yaitu sejak datangnya Islam ke Indonesia, jauh sebelum Pemerintah
Hindia Belanda datang ke Indonesia.
Tidak jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu di Pulau
Jawa berdiri Kesultanan Demak, Mataram dan Cirebon, kemudian di Sulawesi dan
Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate serta Tidore. Pada masa itu
hukum Islam dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
terjadi di kalangan Orang Islam bahkan pada masa itu disusun kitab undang-undang
yang berasal dari Kitab Hukum Islam.
Disamping menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam menjalankan
fungsi-fungsi pemerintahan. Tentu saja dengan menggunakan Hukum Belanda yang
mereka bawa. Pada saat itu, Hukum Islam mengalami kondisi yang sangat berat
karena harus berhadapan dengan hukum adat dan hukum Pemerintah Hindia Belanda
yang berkuasa pada saat itu.
Upaya pembatasan
keberlakuan Hukum Islam oleh Pemerintah Hindia Belanda secara kronologis adalah
sebagai berikut:
1. Pada pertengahan abad 19, Pemerintah
Hindia Belanda melaksanakan Politik Hukum yang Sadar; yaitu kebijakan yang
secara sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia
dengan Hukum Belanda.
2. Atas dasar nota disampaikan Mr.
Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan
undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal
persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan dengan
asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini kemudian
menempatkan Hukum Islam di bawah subordinasi Hukum Belanda.
Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang terlatih di
masjid-masjid. Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi
Islam.
Di Periode Masa Kemerdekaan, status hukum Islam tetaplah
samar-samar. Konstitusi RIS dinyatakan tidak berlaku, digantikan dengan UUD
Sementara 1950. Akan tetapi, jika dikaitkan dengan Hukum Islam, perubahan ini
tidaklah membawa dampak yang signifikan. Hal lain yang patut dicatat di sini
adalah terjadinya beberapa pemberontakan yang di antaranya “bernuansakan” Islam
dalam fase ini. Peran Hukum Islam di Era Orde Lama pun kembali tidak
mendapatkan tempat yang semestinya.
Dengan UU No. 14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk
pada Mahkamah Agung, dengan sendirinya –menurut Hazairin- Hukum Islam telah
berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri. Inilah tantangan
bagi para Ahli Hukum Islam dan sekaligus bagi para ahli hukum umum.
Upaya kongkrit merealisasikan Hukum Islam dalam wujud
undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di Era Reformasi.
Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaruan dan bahkan pembentukan hukum
baru yang bersumber dan berlandaskan Sistem Hukum Islam, untuk kemudian
dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum nasional kita.
Menegakkan yang ma’ruf haruslah juga dengan menggunakan langkah yang ma’ruf. Proses
“pengakraban” bangsa ini dengan Hukum Islam yang selama ini telah dilakukan,
harus terus dijalani dengan kesabaran dan kebijaksanaan.
No comments:
Post a Comment