Wednesday, October 16, 2019

Wednesday, October 9, 2019

Tiga Contoh Ijtihad dalam Kehidupan Sehari Hari


1.  Penentuan 1 Syawal, para ulama berkumpul untuk berdiskusi mengeluarkan argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan awal Ramadhan.


2.    Bayi tabung. Para ulama telah merujuk kepada hadist-hadist agar dapat menemukan hukum yang telah dihasilkan teknologi bayi tabung dan menurut MUI menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum suami-isteri yang sah hukumnya mubah karena merupakan ikhtiar yang berdasarkan agama.

3.   Mengecat uban dengan warna hitam. Seseorang sangat dianjurkan untuk tampil paling baik di depan pasangannya. Mengecat rambut warna hitam itu hukumnya haram, kecuali untuk orang yang akan berperang dan untuk pasangan suami-istri yang ingin tampil baik di depan pasangannya.



Monday, October 7, 2019

Karakteristik Hukum Islam


Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik yang membedakannya dengan berbagai macam hukum yang lain.
1.      Hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan dan akan senantiasa cocok dengan masyarakat yang menghendaki tradisi lama, seperti halnya ia dapat melayani para ahli aql dan ahli naql, ahli al-ra’y.
2.      Elastis, dinamis dan fleksibel. Manusia harus memahami segala ketentuan yang dikehendaki Allah SWT. Karena Hukum Islam merupakan syariat yang universal dan sempurna maka tak dapat dipungkiri pula kesempurnaannya ini membuatnya bersifat elastis, fleksibel dan dinamis dalam perkembangan zaman karena jika Hukum Islam menjadi sesuatu yang kaku jutsru akan menjadikannya tak relevan pada masa tertentu. Pada hakikatnya Hukum Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah yang menjadikan struktur Hukum Islam. Bila syariat diyakini sebagai sesuatu yang baku dan tidak pernah berubah maka fiqih menjembatani antara sesuatu yang baku dan yang relatif serta terus berubah. Syari’at Islam hanya memberikan kaidah dan patokan dasar yang umum dan global. Dengan ini pula dapat dilihat bahwa hukum Islam mempunyai daya gerak dan hidup yang dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan, melalui suatu proses yang disebut ijtihad.
3.      Menegakkan keadilan. Keadilan dalam arti perimbangan antonimnya ketidakadilan, kerancuan, persamaan: tidak diskriminatif, egaliter, penunaian hak sesuai dengan kewajiban yang diemban serta keadilan Allah yaitu kemurahan-Nya dalam melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia sesuai dengan tingkat kesediaan yang dimilikinya.
4.      Tidak menyulitkan. Di antara cara meniadakan kesulitan itu ada beberapa bentuk:
a.      Pengguguran kewajiban, yaitu dalam keadaan tertentu kewajiban ditiadakan seperti gugurnya kewajiban Shalat Jum’at dan gugurnya kewajiban puasa di Bulan Ramadhan bagi orang yang sedang dalam perjalanan.
b.      Pengurangan kadar yang telah ditentukan, seperti qashar shalat dari yang jumlahnya empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu shalat Dzuhur, Ashar dan Isya’.
c.       Penukaran, yaitu penukaran satu kewajiban dengan yang lain, seperti wudhu ditukar dengan tayammum.
d.      Mendahulukan, yaitu mengerjakan suatu kewajiban sebelum waktunya hadir seperti Shalat Jama Takdim, Shalat Ashar yang dilaksanakan pada waktu Dzuhur, melaksanakan shalat Isya pada waktu shalat Magrib.
e.      Menangguhkan kewajiban yaitu mengerjakan suatu kewajiban setelah waktunya tidak ada seperti Shalat Jama Takhir.

Pengertian Tajdid Menurut Bahasa dan Istilah


Pada awal tahun enam puluhan sampai tahun sembilan puluhan sudah mulai terasa pentingnya untuk membuat dasar dan teori penyelesaian masalah yang dihadapi Umat Islam yang didominasi persoalan mu’amalah dunyawiyyah, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan bahkan masalah politik sekalipun. Adapun rumusan tajdîd yang resmi dari Muhammadiyah adalah sebagai berikut: dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan dan dari segi istilah, tajdîd memiliki dua arti, yakni:
1.      Pemurnian;
2.      Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.

Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan Ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai Ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak Ajaran Islam.

Dalam Muhammadiyah ijtihad dapat dilakukan terhadap peristiwa yang tidak terdapat secara eksplisit dalam sumber utama Ajaran Islam: Al-Qur'an dan Hadits, serta terhadap kasus yang terdapat dalam kedua sumber itu. Kita yakin bahwa Islam ini akan senantiasa terjaga, namun seringnya dalam praktek yang dilakukan Kaum Muslimin terjadi perubahan, baik dalam bentuk pengurangan maupun penambahan. Namun, kata-kata "yang dijiwai Ajaran Islam" memberi kesan bahwa akal cukup terbatas dalam meyelesaikan masalah-masalah yang timbul sekarang ini dan akal juga terbatas dalam memahami nash Al-Qur'an dan Hadits. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pemurah lagi Penyayang telah memberikan anugerah-Nya dengan memunculkan para mujaddid yang mengikuti jejak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghidupkan kembali Ajaran Islam yang murni dan mengekang kebid’ahan serta membangkitkan semangat umat ini untuk tetap istiqamah dengan ajaran agama yang benar. Kenisbian akal itu hanya terbatas dalam memahami masalah-masalah ibadah yang ketentuannya sudah diatur dalam nash.

Dalam masalah-masalah yang termasuk "al-umûr al-dunyâwiyyat" penggunaan akal sangat diperlukan, untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia. Yang ada dalam konsep dasar Muhammadiyah adalah dibedakannya antara masalah dunyawiyah di satu pihak dan masalah ibadah di pihak lain. Yang dimaksud dengan masalah dunyawiyah itu adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan sesama manusia. Salah satu upaya yang ditawarkan Muhammadiyah dalam menyelesaikan masalah-masalah kontemporer adalah digiatkannya cara memahami Al-Qur'an dan Hadits melalui pendekatan interdisipliner. Membangkitkan kembali upaya mengamalkan Al-Qur`Ân dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh aspek kehidupan dan mengukur berbagai hal yang baru dengan Al-Qur`ân dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ijtihad dalam Muhammadiyah dapat diartikan sebagai upaya menyelesaikan masalah yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits. Imam Muhammad bin Sulaiman al-Alqami (wafat tahun 969 H) menyatakan, “Tajdîd adalah menghidupkan kembali pengamalan al-Qur`ân dan sunnah serta apa yang menjadi tuntutan keduanya.”

Untuk menjadi kesemestaan dan keabadian Ajaran Islam di dunia yang senantiasa berubah, diperlukan penyesuaian dan penyegaran dengan situasi baru. At–Tajdîd adalah menghidupkan kembali pokok-pokok agama dan cabangnya yang telah hilang dan mengembalikannya kepada kebenaran yang telah diajarkan Al-Qur`an dan sunnah serta menghilangkan semua kebid’ahan dan khurafat yang bersemayam pada akal manusia. Pada Muktamar Tarjih di Malang tahun 1989 mulai disusun Pokok-pokok Manhaj Tarjih yang merumuskan secara garis besar tentang sumber dalam beristidlal, tidak mengikatkan diri pada satu mazhab tertentu, penggunaan akal dalam menyelesaikan masalah-masalah keduniaan dan yang penting adalah dirumuskannya metode ijtihad dalam bentuk ijtihad bayani, qiyasi dan istishlahi. Ijtihad bayani dipakai dalam rangka untuk mendapatkan hukum dari nash dengan menggunakan dasar-dasar interpretasi. Pendekatan bayani merupakan pendekatan yang menempatkan teks sebagai kebenaran hakiki, sedangkan akal hanya menempati kedudukan yang sekunder dan berfungsi menjelaskan serta menjasstifikasi nash yang ada. Metode dan pendekatan seperti ini tentu tidak terbatas pada pendekatan normatif, tetapi lebih dari itu mengarah pada pendekatan filosofis dan sufistik, yang sebelumnya tidak dikenal dalam Muhammadiyah. Kelihatannya, upaya rekonstruksi pola fikir dan konsep pemecahan masalah di kalangan Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari arus global dan lokal yang berkaitan dengan kecenderungan memahami dan menafsirkan sumber Ajaran Islam dalam dunia modern.

Sunday, October 6, 2019

Pengertian Makanan dan Minuman Halal dan Haram dalam Islam Lengkap


Tahukah Kamu, bagaimana yang dimaksud dengan makanan dan minuman halal dan haram dalam Islam? Berikut penjelasan secara detailnya.
Haram karena proses pengolahannya seperti: daging hewan yang disembelih dengan cara yang salah, tidak menyebut asma Alloh, hewan yang disembelih untuk berhala dan lain-lain..
Yang dimaksud makanan halal, yaitu semua makanan yang tidak diharamkan Alloh dan Rosulnya, semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikkan, semua makanan yang tidak memberi madharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani serta tidak merusak akal, tidak merusak moral dan tidak merusak akidah. Makanan dan minuman yang halal dapat mempengaruhi watak dan perangai yang terpuji, seperti sabar, tenang, qonaah dan insyaa Alloh kita akan terhindar dari akhlak yang tercela.
Haram berarti larangan. Semua makanan yang dilarang syara` pasti ada bahayanya dan meninggalkan haram pasti ada manfaatnya.
Jenis-jenis makanan dan minuman yang haram, semua makanan yang disebutkan di dalam Al Quran Surat Al-Maidah ayat 3 yaitu sebagai berikut:
“diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala".

Tuesday, October 1, 2019

SB1M Sragen Solo: Bisnis Online adalah

SB1M Sragen Solo: Bisnis Online adalah: Masih bingung dengan apa itu bisnis online ? Bisnis online adalah kegiatan bisnis yang dilakukan di dunia maya dengan bantuan internet, se...