Monday, August 21, 2017

Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam

Orang yang tidak menggunakan akal pikirannya dalam Al Quran diibaratkan sebagai binatang yang bisu, tuli dan tidak mengerti.

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tiada dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf: 179).

Ijtihad adalah Sumber Ajaran Islam setelah Al-Quran dan Hadits. Al Quran mencela orang yang tidak menggunakan akalnya seperti yang digambarkan dalam Surah Ali Imran Ayat 190 – 191 sebagai berikut.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran: 190-191).

Secara terminologis, Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Beberapa persyaratan bagi orang yang akan melakukan ijtihad antara lain sebagai berikut:
1.      Mengerti isi kandungan Al Quran dan hadis terutama yang berkaitan dengan hukum-hukum.
2.    Masalah yang sedang diijtihadkan bukan hukum syara’ yang sudah jelas dasar hukumnya tetapi persoalan yang tidak ada dalil qat’i (pasti) serta bukan hukum yang bersangkutan denga akal dan ilmu kalam. Ijtihad diperlukan untuk merealisasikan Ajaran Islam dalam segala situasi dan kondisi.

Beberapa bentuk ijtihad yang dikenal dalam Syariat Islam adalah sebagai berikut:
1.    Ijma’ adalah kesepakatan para Ulama Islam dalam menetapkan masalah yang tidak diterangkan Al Quran dan hadis setelah Rasulullah Saw. wafat dengan tata cara bersidang. 
2.   Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al Quran dan hadis yang didasarkan atas kepentingan umum dan demi keadilan.
3.   Istishab yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut.

Melalui ijtihad, masalah-masalah baru yang tidak dijelaskan Al Quran maupun sunah dapat dipecahkan, merupakan sumber Hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan hadis. “Aku ini hanyalah seorang manusia yang mungkin salah dan mungkin benar. Maka koreksilah pendapatku. Segala yang sesuai dengan Quran dan Sunnah, ambillah, dan segala yang tidak sesuai dengan Quran dan Sunnah, tinggalkanlah!” (Imam Malik).


Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul dengan tetap berpegang pada Al Quran dan sunah, berfungsi pula sebagai suatu cara yang disyariatkan untuk menyesuaikan perubahan- perubahan sosial dengan ajaran-ajaran Islam. Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang ijtihad sebagai sumber Hukum Islam. 

No comments:

Post a Comment