Pada 8
Juni 1921, Soeharto dilahirkan oleh ibunya, bernama Sukirah di Dusun Kemusuk,
Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, adalah presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998,
menggantikan Soekarno.
Karena
situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa
MPRS pada Maret 1967, Soeharto yang telah menerima kenaikan pangkat sebagai
jenderal bintang empat pada 1 Juli 1966 ditunjuk sebagai pejabat presiden
berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.
Tercatat,
selama Soeharto memimpin Indonesia, ada enam wakil presiden yang mendampingi. Habibie
dan Megawati Soekarnoputri merupakan dua wakil presiden yang akhirnya menjabat
sebagai presiden.
Soeharto menjadikan Timor Timur sebagai
provinsi ke-27 karena kekhawatirannya bahwa Partai Fretilin akan berkuasa di
sana bila dibiarkan merdeka. Sistem
otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya
populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka panjangnya
menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu disebut secara
konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau
"Asal Bapak Senang".
Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan
penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai
politik yakni Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik
di Indonesia sebagai akibat dari politik masa Presiden Soekarno yang
menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan
dianggap penyebab mandeknya pembangunan.
Setelah menggabungkan kekuatan-kekuatan partai politik, Soeharto dipilih kembali menjadi presiden oleh Sidang Umum MPR pada 23 Maret 1973 untuk jabatan yang kedua kali.
Setelah menggabungkan kekuatan-kekuatan partai politik, Soeharto dipilih kembali menjadi presiden oleh Sidang Umum MPR pada 23 Maret 1973 untuk jabatan yang kedua kali.
Menurut Transparency International, Soeharto
menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar
dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya. Pada 12 Mei 2006, bertepatan
dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh
mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan
Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya
menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh
yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang
tidak layak diajukan ke persidangan.
Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde
Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan
infrastruktur, juga dianggap membatasi kebebasan warga negara Indonesia
keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur dan dianggap sebagai rezim paling
korup dalam sejarah dunia modern dengan estimasi kerugian negara sekitar 15–35
miliar dolar Amerika Serikat. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena
kesehatannya yang memburuk.
No comments:
Post a Comment